Oleh : Hasan el-Sumatrani
Saya sedang dilanda malas untuk berbuat sesuatu. Apalagi menulis. Entah apa yang terjadi pada saya saat ini. Kenapa jiwa ini terasa hampa dan sepi untuk melakukan apa saja. Termasuk menuangkan ide. Tak ada semangat sedikit pun yang saya rasakan sekarang. Yang ada, pikiran terus melayang, itu pun sangat bebas, entah kemana. Hidup ini terasa sendiri. Tak ada apa-apa, kecuali saya seorang diri. Di tengah kesendirian dan kehampaan hidup, saya mencoba menghidupkan komputer. Setelah hidup, beginilah akhirnya. Rasa kekesalan pada hidup, saya tumpahkan begitu saja pada komputer ini.
Saya malas berpikir untuk menulis apa. Otak saya tidak mau terkekang oleh pikiran-pikiran bagaimana menulis berbobot. Yang ada di dalam otak saya hanyalah ingin menulis apapun. Meski saat ini, saya sedang mengidap suatu penyakit yang berbahaya. Sangat berbahaya jika tidak diobati. Malas yang sedang saya idap sekarang. Penyakit yang membuat orang semua di dunia ini mati. Ya keduanya akan mati perlahan. Baik itu fisik atau rohani.
Untuk selanjutnya, saya pun kembali bingung dengan apa yang akan saya tulis berikutnya. Apa lagi, ya? Hai..ide datang lah padaku! Tak muncul-muncul. Apa yang harus saya lakukan selanjutnya? Mematikan komputerkah? Atau terus menulis? Batin saya mengatakan,”Lanjutkan menulisnya!!” Apa yang akan saya tulis? Aduh…saya telah kehabisan amunisi. Tapi biarlah, saya akan gunakan amunisai yang tersisa. Beginilah keadaan saya ketika dilanda malas. Malas sangat membuat saya menjadi malas untuk berbuat sesuatu. Kecuali, komputer ini saya lakukan dengan tidak semena-mena. Saya mencoba memperkosanya, hingga lahirlah deretan anak-anak saya. Meski lahir dengan prematur. Itu sangat lah wajar, karena saya melakukannya bukan dengan jalan halal. Dengan pemaksaan. Biasanya, jika yang namanya pemaksaan, akan merasa sakit dari kedua pihak.
Meskipun saya merasa sakit ketika memperkosa, tapi saya semakin asyik melakukannya. Terkadang lelah, lemas ,juga menghampiri saya saat itu. Keringat pun tak luput dari muka saya. Ketika mencapai puncak, semangat saya menurun, bahkan tak keluar sedikit pun. Susah memang, namanya juga memaksa. Memaksa untuk segera keluar. Jika tak seperti ini, kapan saya akan mengeluarkan. Biasanya, setelah saya melakukan hajat saya, saya merasa senang dan tak ada lagi beban. Anehnya, saya tak pernah memikirkan akibat yang telah saya lakukan. Apakah berakibat buruk atau sebaliknya. Tak pernah sama sekali. Buat saya, memikirkan apa yang telah saya perbuat adalah semakin membuat saya malas berbuat sesuatu.Bisa jadi, saya pun akan kehilangan semangat. Yang lebih parah, saya bisa saja bunuh diri.
Sekali lagi saya tegaskan. Saya tak pernah menyesal dengan apa yang telah saya lakukan. Memperkosa sekalipun. Sebagai informasi, bahwa saya sudah memperkosa berkali-kali. Tempatnya pun bervariasi. Di antara tempat yang sering saya gunakan sebagai pelampiasan nafsu saya adalah; Masjid Iqomah, Perpustakaan, Kos, Sekre, Rumah, dan tempat-tempat sepi yang jarang dilalui banyak orang. Hari ini pun saya kembali melakukan pemerkosaan. Entah keberapa kalinya. Tak terhitung. Mungkin ini yang disebut sebagai “ketagihan”. Tapi saya merasa belum puas dengan apa yang saya lakukan. Yang saya lakukan selama ini hanya sebatas memasukkan, tanpa mengeluarkan. Saya ingin sekali sampai penetrasi. Tapi, nampaknya belum sampai di situ. Mungkin saya harus lebih agresif, dan terus memasukkan.
Terkadang saya pun kurang untuk bersabar. Padahal, sekian banyak buku tentang teknik memperkosa telah habis saya baca. Bahkan saya hafal. Namun, hasilnya masih belum signifikan. Harus apa saya? Haruskah saya berhenti memperkosa?
“Tiada yang lain”. Tiba-tiba, secara mengejutkan, saya teringat kata itu. Kata itu adalah sepotong larik lagu dari”Tirai”. Tirai adalah nama sebuah Band religi besutan salah satu aktivis IMM komisariat UIN Bandung. Sungguh, dengan kata itu, saya kemudian langsung terinspirasi untuk melanjutkan sebuah misi suci. Misi suci itu tiada lain adalah melanjutkan apa yang selama ini saya lakukan. Memperkosa. Sampai menyebabkan hamil.
Saya pun tidak tahu lagi apa yang akan saya tulis selanjutnya. Mungkinkah saya telah puas? Sudah sampaikah saya penetrasi? Entah lah. Apapun yang akan melintas di otak saya, saya akan langsung menuliskannya. Sekali lagi. Tentang hal apapun. Dan sepulgar apapun. Pokoknya, bebas. Seperti kebebasan seekor Burung yang baru lepas dari kandang buatan manusia. Juga sebebas berpikir mas Ulil Absar Abdala. Begitulah saya menulis untuk saat ini, dan saat-saat selanjutnya. Do’akan saja.
Saya memperkosa dengan cara saya. Mau dari arah mana saja. Itu pun terserah saya. Bebas. Saya ingin kebebasan. Karena saya yang melakukan. Karena saya yang merasakan. Adapun Anda, sebagai pembaca, tak ada tugas sama sekali. Selain membaca dari awal tulisan saya sampai akhir. Mengenai penilaian baik-buruk, kurang ini-itu, sebaiknya begini-begitu, dan hal lain yang mengganjal Anda. Itu semua hanya boleh disampaikan ketika saya bertemu Anda langsung. Dan bukan di dunia cyiber. Bagi saya, berkomunikasi di dunia maya bukanlah jalan satu-satunya. Apalagi seperti sekarang, mendekati bulan tua.
Kok, jadi kesana, ya..? O iya kan bebas. Sebebas air mengalir. Jika ada kelokan, air yang berpuluh-puluh kubik itu pun ikut berbelok. Air tak pernah membantah. Kecuali sang Maha pembantah akan membantahnya. Juga sebebas Imam Samudra cs menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Terutama ayat-ayat mengenai jihad. Sebenarnya tak ada sama sekali hubungannya Imam samudra dengan tulisan saya. Tidak sama sekali. Tapi karena yang melintas dalam otak saya Imam samudra, apa boleh buat. Saya harus menuliskannya. Minimal, keluarga Imam Samudra merasa senang dengan Ia ditulis oleh saya. Meskipun, katanya, Imam samudra sudah terkena Timah panas-nya tim Brimob. Terlepas, Ia masuk Surga atau Neraka saya kurang tahu. Bukan kurang tahu, tapi memang saya tidak tahu. Itu urusan Tuhan saya, dan mungkin juga Tuhan Anda. Atau lagi-lagi, mungkin Anda tidak punya Tuhan?
Aduh, ternyata tak sulit menulis bebas. Mau jadi apa tulisan saya, itu terserah. Artikel, esei, cerpen, curhat, memoar, biografi, refleksi.. Sekali lagi saya tidak tahu. Yang jelas, tulisan saya ini bukan Puisi. Bila saja ada yang mengatakan tulisan saya ini sebuah puisi atau kumpulan puisi, maka orang itu wajib hukumnya bertemu dengan saya. Kita silaturahmi. Dan, berujung dengan saling tukar nomor Hp, juga saling memberikan masukan tentang tulisan saya.
Sudah saya katakan sebelumnya, bahwa saya ini sedang menulis bebas. Boleh dikatakan, saya ini menulis dengan tidak taat pada aturan menulis. Atau sebutan yang lebih exstrim buat saya sekarang adalah saya sedang melakukan pelanggaran kelas berat dalam dunia tulis-menulis. Itu hanya sebuah kemungkinan dari saya yang tidak tahu aturan menulis. Tapi, kata”enjoy” adalah pas buat saya. Saya juga belum tahu, apakah ada orang yang sama dengan saya. Mereka menulis bebas seperti saya. Saya kira ada. Jika tidak ada, tak mungkin para penulis hebat itu kini melanglang buana di jagat ini. Karena menulis bebaslah, mereka mendapat kebebasan.
Saking bebasnya, mereka sangat terkenal. Namanya harum di seantero dunia. Ya, terkenal dengan tulisan bebasnya. Terkenal dengan karyanya. Mereka juga sangat dikagumi oleh para penggemarnya. Karyanya juga dinilai membebaskan umat menusia dari berbagai keterpurukan. Karyanya menggugah jiwa serta pikiran pembaca. Karya seperti inilah yang mungkin sangat diharapkan oleh umat dunia.
Jangan salahkan saya, saya mohon sekali lagi. Saya hanya mencoba menuliskan apa yang terlintas di dalam otak saya. Apa adanya. Mungkin, untuk saat ini, itulah kira-kira isi otak saya. Hanya sedikit. Sebenarnya masih banyak, tak terhitung. Tapi, mereka masih bersembunyi, masih enggan keluar. Mungkin juga masih segan dan malu. Suatu saat, saya percaya, mereka akan keluar semuanya. Semoga.
Tegal Laka-laka : Superpositive Traveling (Bag. 2)
8 tahun yang lalu
1 komentar:
kalau gak tahu judulnya jangan nulis!!! og, makusd saya, tulis aja apa yang kamu tidak tahu...
Posting Komentar