Minggu, 13 September 2009

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah


Sumber: http://www.muhammadiyah.or.id/

Kelahiran IMM tidak lepas kaitannya dengan sejarah perjalanan Muhammadiyah, dan juga bisa dianggap sejalan dengan faktor kelahiran Muhammadiyah itu sendiri. Hal ini berarti bahwa setiap hal yang dilakukan Muhammadiyah merupakan perwujudan dari keinginan Muhammadiyah untuk memenuhi cita-cita sesuai dengan kehendak Muhammadiyah dilahirkan.

Di samping itu, kelahiran IMM juga merupakan respond atas persoalan-persoalan keummatan dalam sejarah bangsa ini pada awal kelahiran IMM, sehingga kehadiran IMM sebenarnya merupakan sebuah keha-rusan sejarah. Faktor-faktor problematis dalam persoalan keummatan itu antara lain ialah sebagai berikut (Farid Fathoni, 1990: 102) :

  1. Situasi kehidupan bangsa yang tidak stabil, pemerintahan yang otoriter dan serba tunggal, serta adanya ancaman komunisme di Indonesia
  2. Terpecah-belahnya umat Islam dalam bentuk saling curiga dan fitnah, serta kehidupan politik ummat Islam yang semakin buruk
  3. Terbingkai-bingkainya kehidupan kampus (mahasiswa) yang berorientasi pada kepentingan politik praktis
  4. Melemahnya kehidupan beragama dalam bentuk merosotnya akhlak, dan semakin tumbuhnya materialisme-individualisme
  5. Sedikitnya pembinaan dan pendidikan agama dalam kampus, serta masih kuatnya suasana kehidupan kampus yang sekuler
  6. Masih membekasnya ketertindasan imperialisme penjajahan dalam bentuk keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan
  7. Masih banyaknya praktek-praktek kehidupan yang serba bid'ah, khurafat, bahkan ke-syirik-an, serta semakin meningkatnya misionaris-Kristenisasi
  8. Kehidupan ekonomi, sosial, dan politik yang semakin memburuk

Dengan latar belakang tersebut, sesungguhnya semangat untuk mewadahi dan membina mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah telah dimulai sejak lama. Semangat tersebut sebenarnya telah tumbuh dengan adanya keinginan untuk mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyah pada Kongres Seperempat Abad Muhammadiyah di Betawi Jakarta pada tahun 1936. Pada saat itu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah diketuai oleh KH. Hisyam (periode 1934-1937). Keinginan tersebut sangat logis dan realistis, karena keluarga besar Muhammadiyah semakin banyak dengan putera-puterinya yang sedang dalam penyelesaian pendidikan menengahnya. Di samping itu, Muhammadiyah juga sudah banyak memiliki amal usaha pendidikan tingkat menengah.

Gagasan pembinaan kader di lingkungan maha-siswa dalam bentuk penghimpunan dan pembinaan langsung adalah selaras dengan kehendak pendiri Muhammadiyah, KHA. Dahlan, yang berpesan bahwa "dari kalian nanti akan ada yang jadi dokter, meester, insinyur, tetapi kembalilah kepada Muhammadiyah" (Suara Muhammadiyah, nomor 6 tahun ke-68, Maret II 1988, halaman 19). Dengan demikian, sejak awal Muhammadiyah sudah memikirkan bahwa kader-kader muda yang profesional harus memiliki dasar keislaman yang tangguh dengan kembali ke Muhammadiyah.

Namun demikian, gagasan untuk menghimpun dan membina mahasiswa di lingkungan Muhammadiyah cenderung terabaikan, lantaran Muhammadiyah sendiri belum memiliki perguruan tinggi. Belum mendesaknya pembentukan wadah kader di lingkungan mahasiswa Muhammadiyah saat itu juga karena saat itu jumlah mahasiswa yang ada di lingkungan Muhammadiyah belum terlalu banyak. Dengan demikian, pembinaan kader mahasiswa Muhammadiyah dilakukan melalui wadah Pemuda Muhammadiyah (1932) untuk mahasiswa putera dan melalui Nasyi'atul Aisyiyah (1931) untuk mahasiswa puteri.

Pada Muktamar Muhammadiyah ke-31 pada tahun 1950 di Yogyakarta, dihembuskan kembali keinginan untuk mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyah. Namun karena berbagai macam hal, keinginan tersebut belum bisa diwujudkan, sehingga gagasan untuk dapat secara langsung membina dan menghimpun para mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah tidak berhasil. Dengan demikian, keinginan untuk membentuk wadah bagi mahasiswa Muhammadiyah juga masih jauh dari kenyataan.

Pada Muktamar Muhammadiyah ke-33 tahun 1956 di Palembang, gagasan pendirian perguruan tinggi Muhammadiyah baru bisa direalisasikan. Namun gagasan untuk mewadahi mahasiswa Muhammadiyah dalam satu himpunan belum bisa diwujudkan. Untuk mewadahi pembinaan terhadap mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah, maka Muhammadiyah membentuk Badan Pendidikan Kader (BPK) yang dalam menjalankan aktivitasnya bekerja sama dengan Pemuda Muhammadiyah.

Gagasan untuk mewadahi mahasiswa dari ka-langan Muhammadiyah dalam satu himpunan setidaknya telah menjadi polemik di lingkungan Muhammadiyah sejak lama. Perdebatan seputar kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah berlangsung cukup sengit, baik di kalangan Muhammadiyah sendiri maupun di kalangan gerakan mahasiswa yang lain. Setidaknya, kelahiran IMM sebagai wadah bagi mahasiswa Muhammadiyah mendapatkan resistensi, baik dari kalangan Muhammadiyah sendiri maupun dari kalangan gerakan mahasiswa yang lain, terutama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Di kalangan Muhammadiyah sendiri pada awal munculnya gagasan pendirian IMM terdapat anggapan bahwa IMM belum dibutuhkan kehadirannya dalam Muhammadiyah, karena Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi'atul Aisyiyah masih dianggap cukup mampu untuk mewadahi mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah.

Di samping itu, resistensi terhadap ide kelahiran IMM pada awalnya juga disebabkan adanya hubungan dekat yang tidak kentara antara Muhammadiyah dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Hubungan dekat itu dapat dilihat ketika Lafrane Pane mau menjajagi pendirian HMI. Dia bertukar pikiran dengan Prof. Abdul Kahar Mudzakir (tokoh Muhammadiyah), dan beliau setuju. Pendiri HMI yang lain ialah Maisarah Hilal (cucu KHA. Dahlan) yang juga seorang aktifis di Nasyi'atul Aisyiyah.

Bila asumsi itu benar adanya, maka hubungan dekat itu selanjutnya sangat mempengaruhi perjalanan IMM, karena dengan demikian Muhammadiyah saat itu beranggapan bahwa pembinaan dan pengkaderan mahasiswa Muhammadiyah bisa dititipkan melalui HMI (Farid Fathoni, 1990: 94). Pengaruh hubungan dekat tersebut sangat besar bagi kelahiran IMM. Hal ini bisa dilihat dari perdebatan tentang kelahiran IMM. Pimpinan Muhammadiyah di tingkat lokal seringkali menganggap bahwa kelahiran IMM saat itu tidak diperlukan, karena sudah terwadahi dalam Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi'atul Aisyiyah, serta HMI yang sudah cukup eksis (dan mempunyai pandangan ideologis yang sama). Pimpinan Muhammadiyah pada saat itu lebih menganakemaskan HMI daripada IMM. Hal ini terlihat jelas dengan banyaknya pimpinan Muhammadiyah, baik secara pribadi maupun kelembagaan, yang memberikan dukungan pada aktivitas HMI. Di kalangan Pemuda Muhammadiyah juga terjadi perdebatan yang cukup sengit seputar kelahiran IMM. Perdebatan seputar kelahiran IMM tersebut cukup beralasan, karena sebagian pimpinan (baik di Muhammadiyah, Pemuda Muhammadiyah, Nasyi'atul Aisyiyah, serta amal-amal usaha Muhammadiyah) adalah kader-kader yang dibesarkan di HMI.

Setelah mengalami polemik yang cukup serius tentang gagasan untuk mendirikan IMM, maka pada tahun 1956 polemik tersebut mulai mengalami pengendapan. Tahun 1956 bisa disebut sebagai tahap awal bagi embrio operasional pendirian IMM dalam bentuk pemenuhan gagasan penghimpun wadah mahasiswa di lingkungan Muhammadiyah (Farid Fathoni, 1990: 98). Pertama, pada tahun itu (1956) Muham-madiyah secara formal membentuk kader terlembaga (yaitu BPK). Kedua, Muhammadiyah pada tahun itu telah bertekad untuk kembali pada identitasnya sebagai gerakan Islam dakwah amar ma'ruf nahi munkar (tiga tahun sesudahnya, 1959, dikukuhkan dengan melepas-kan diri dari komitmen politik dengan Masyumi, yang berarti bahwa Muhammadiyah tidak harus mengakui bahwa satu-satunya organisasi mahasiswa Islam di Indonesia adalah HMI). Ketiga, perguruan tinggi Muham-madiyah telah banyak didirikan. Keempat, keputusan Muktamar Muhammadiyah bersamaan Pemuda Muhammadiyah tahun 1956 di Palembang tentang "..... menghimpun pelajar dan mahasiswa Muhammadiyah agar kelak menjadi pemuda Muhammadiyah atau warga Muhammadiyah yang mampu mengembangkan amanah."

Baru pada tahun 1961 (menjelang Muktamar Muhammadiyah Setengah Abad di Jakarta) diseleng-garakan Kongres Mahasiswa Universitas Muham-madiyah di Yogyakarta (saat itu, Muhammadiyah sudah mempunyai perguruan tinggi Muhammadiyah sebelas buah yang tersebar di berbagai kota). Pada saat itulah, gagasan untuk mendirikan IMM digulirkan sekuat-kuatnya. Keinginan tersebut ternyata tidak hanya dari mahasiswa Universitas Muhammadiyah, tetapi juga dari kalangan mahasiswa di berbagai universitas non-Muhammadiyah. Keinginan kuat tersebut tercermin dari tindakan para tokoh Pemuda Muhammadiyah untuk melepaskan Departemen Kemahasiswaan di lingkungan Pemuda Muhammadiyah untuk berdiri sendiri. Oleh karena itu, lahirlah Lembaga Dakwah Muhammadiyah yang dikoordinasikan oleh Margono (UGM, Ir.), Sudibyo Markus (UGM, dr.), Rosyad Saleh (IAIN, Drs.), sedang-kan ide pembentukannya dari Djazman al-Kindi (UGM, Drs.).

Tahun 1963 dilakukan penjajagan untuk mendirikan wadah mahasiswa Muhammadiyah secara resmi oleh Lembaga Dakwah Muhammadiyah dengan disponsori oleh Djasman al-Kindi yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah. Dengan demikian, Lembaga Dakwah Muhammadiyah (yang banyak dimotori oleh para mahasiswa Yogyakarta) inilah yang menjadi embrio lahirnya IMM dengan terbentuknya IMM Lokal Yogyakarta.

Tiga bulan setelah penjajagan tersebut, Pimpinan Pusat Muhammadiyah meresmikan berdirinya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) pada tanggal 29 Syawal 1384 Hijriyah atau 14 Maret 1964 Miladiyah. Penandatanganan Piagam Pendirian Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dilakukan oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat itu, yaitu KHA. Badawi. Resepsi peresmian IMM dilaksanakan di Gedung Dinoto Yogyakarta dengan penandatanganan ‘Enam Pene-gasan IMM' oleh KHA. Badawi, yaitu :

  1. Menegaskan bahwa IMM adalah gerakan mahasiswa Islam
  2. Menegaskan bahwa Kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM
  3. Menegaskan bahwa fungsi IMM adalah eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah
  4. Menegaskan bahwa IMM adalah organisasi maha-siswa yang sah dengan mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah negara
  5. Menegaskan bahwa ilmu adalah amaliah dan amal adalah ilmiah
  6. Menegaskan bahwa amal IMM adalah lillahi ta'ala dan senantiasa diabdikan untuk kepentingan rakyat

Tujuan akhir kehadiran Ikatan Mahasiswa Muham-madiyah untuk pertama kalinya ialah membentuk akademisi Islam dalam rangka melaksanakan tujuan Muhammadiyah. Sedangkan aktifitas IMM pada awal kehadirannya yang paling menonjol ialah kegiatan keagamaan dan pengkaderan, sehingga seringkali IMM pada awal kelahirannya disebut sebagai Kelompok Pengajian Mahasiswa Yogya (Farid Fathoni, 1990: 102).

Adapun maksud didirikannya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah antara lain adalah sebagai berikut :

  1. Turut memelihara martabat dan membela kejayaan bangsa
  2. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam
  3. Sebagai upaya menopang, melangsungkan, dan meneruskan cita-cita pendirian Muhammadiyah
  4. Sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah
  5. Membina, meningkatkan, dan memadukan iman dan ilmu serta amal dalam kehidupan bangsa, ummat, dan persyarikatan

Dengan berdirinya IMM Lokal Yogyakarta, maka berdiri pulalah IMM lokal di beberapa kota lain di Indonesia, seperti Bandung, Jember, Surakarta, Jakarta, Medan, Padang, Tuban, Sukabumi, Banjarmasin, dan lain-lain. Dengan demikian, mengingat semakin besarnya arus perkembangan IMM di hampir seluruh kota-kota universitas, maka dipandang perlu untuk meningkatkan IMM dari organisasi di tingkat lokal menjadi organisasi yang berskala nasional dan mempunyai struktur vertikal.

Atas prakarsa Pimpinan IMM Yogyakarta, maka bersamaan dengan Musyawarah IMM se-Daerah Yogyakarta pada tanggal 11 - 13 Desember 1964 diselenggarakan Musyawarah Nasional Pendahuluan IMM seluruh Indonesia yang dihadiri oleh hampir seluruh Pimpinan IMM Lokal dari berbagai kota. Musyawarah Nasional tersebut bertujuan untuk mempersiapkan kemungkinan diselenggarakannya Musyawarah Nasional Pertama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah pada bulan April atau Mei 1965. Musyawarah Nasional Pendahuluan tersebut menyepakati penunjukan Pimpinan IMM Yogyakarta sebagai Dewan Pimpinan Pusat Sementara IMM (dengan Djazman al-Kindi sebagai Ketua dan Rosyad Saleh sebagai Sekretaris) sampai diselenggarakannya Musyawarah Nasional Pertama di Solo. Dalam Musyawarah Pendahuluan tersebut juga disahkan asas IMM yang tersusun dalam ‘Enam Penegasan IMM', Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IMM, Gerak Arah IMM, serta berbagai konsep lainnya, termasuk lambang IMM, rancangan kerja, bentuk kegiatan, dan lain-lain.



Continue Reading...

Kamis, 10 September 2009

IMM DALAM DIMENSI IDEOLOGIS

Tujuan IMM adalah :
“Mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah (masyarakat Islam yang berkemajuan)”.

Visi IMM adalah:
“Visi intelektual IMM adalah popular intellectual ( intelektual populis/intelektual kerakyatan), yaitu kaum intelektual yang menjadikan kepentingan-kepentingan publik dan permasalahan ketidakadilan sosial-politik sebagai komitmen gerakannya”.

Misi IMM :
1. Membina para anggotanya menjadi kader persyarikatan Muhammadiyah, kader umat dan kader bangsa yang senantiasa setia terhadap keyakinan dan cita-citanya.
2. Membina para anggotanya untuk selalu tertib dalam ibadah, tekun dalam studi dan mengamalkan ilmu pengetahuannya untuk melaksanakan ketaqwaannya dan pengabdiannya kepada Allah SWT.
3. Membantu para anggota khususnya dan mahasiswa pada umumnya dalam menyelesaikan kepentingannya.
4. Mempergiat, mengefektifkan dan menggembirakan dakwah Islam dan dakwah amar ma’ruf nahi munkar kepada masyarakat teristimewa masyarakat mahasiswa.
5. Segala usaha yang tidak menyalahi asas, gerakan dan tujuan organisasi dengan mengindahkan segala hukum yang berlaku dalam negara Republik Indonesia.

Sengkala pendirian Ikatam Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) pada tanggal 14 Maret 1964, ditandai dengan ditandatanganinya Enam Penegasan IMM olek Ketua PP Muhammadiyah saat itu, yaitu K. H. Ahmad Badawi. Keenam butir pernyataan tersebut memproklamirkan sekaligus menegaskan identitas IMM bahwa:
1. IMM adalah gerakan mahasiswa Islam
2. Kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM
3. Fungsi IMM adalah eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah
4. IMM adalah organisasi mahasiswa yang sah dengan mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan serta dasar dan falsafah Negara
5. Kerangka pikir kader ialah ilmu adalah amaliah, dan amal adalah ilmiah
6. Gerakan IMM bersifat lillahi ta’ala dan senantiasa diabadikan untuk kepentingan rakyat.

Mars IMM

Ayolah ayo... ayo...
Derap derukan langkah
Dan kibar geleparkan panji-panji
Ikatan mahasiswa Muhammadiyah
Sejarah ummat telah menuntut bukti
Ingatlah ingat.. ingat.. ingat..
Niat tlah di ikrarkan
Kita lah cendekianwan berpribadi
Susila cakap taqwa kepada Tuhan
Pewaris tampuk pimpinan umat nanti
Immawan dan immawati siswa tauladan putra harapan
Penyambung hidup generasi
Umat Islam seribu jaman
Pendudukung cita-cita luhur negeri indah adil dan makmur
Continue Reading...

Rabu, 02 September 2009

Terbang Bersama Malaikat

Cerpen DASAM SYAMSUDIN

PENA IMM-Sinar matahari menabraki dedaunan dan bunga-bunga yang tumbuh di
halaman rumah. Sinarnya menembus setiap celah kecil antara dedaunan
dan bunga-bunga itu, meloloskan gelombang foton yang memancar dari
pijarnya. Sosoknya yang bulat raksasa terlihat pecah-pecah, terhalang
tetanaman bunga dengan dedaunanya yang bergoyang-goyang ditiup-tiup
angin. Di balik jendela kamar aku mengintip Charli—dia adikku—yang
sedang menunjuk-nujuk langit. Tubuh adikku yang baru berusia tiga
tahun, diam terpaku memperhatikan sesuatu yang aku sendiri tidak tahu
apa yang sedang dia tunjuk dan dia perhatikan. Tapi, dari balik
jendela aku mencoba menebak-nebak, mungkin dia sedang memperhatikan
sesuatu yang terbang. Tapi apa yang terbang itu? Itu yang aku pikir.
Aku mencoba menebak lagi, mungkin hewan yang kecil. Karena dari balik
jendela dan dengan jarak yang agak jauh, hewan kecil itu tidak bisa
aku lihat.

Melihat adikku yang bergerak-gerak, berjalan dengan bebas walau masih
tertatih-tatih, aku merasa iri. Hampir sebulan aku tidak merasakan
bagaimana rasanya berjalan dengan kaki sendiri. Kecelekaan motor yang
terjadi sebulan yang lalu membuat kedua kakiku patah. Aku terkadang
merasa bingung sendiri. Kenapa aku bisa jatuh dari motor. Padahal
waktu itu jalanan terasa aman, dan aku sendiri sudah sangat mahir
menyetir motor.

Waktu itu, kala langit senja berwarna merah akibat pancaran sinar
matahari yang sedang berjalan keperaduannya, aku sedang memacu motor
Ninja RR (baca: Ninja Double R)—pemberian ayahku sebagai hadiah Ulang
Tahunku yang kedua puluh tahun—dengan kecepatan normal. Tidak lambat
tidak juga cepat, setidaknya menurutku. Saat itu aku memperhatikan
langit senja yang betul-betul terlihat merah, merah di mana-mana,
pikirku, memperhatikan langit senja yang menurutku terkesan
menyeramkan. Langit seolah-olah menyala, berpijar bagaikan bara api
raksasa. Mungkin karena memandang langit yang seolah berpijar itu, aku
sampai tidak memperhatikan jalan, dan akhirnya motorku tak terkendali
sehingga menabrak sebatang pohon yang tumbuh liar di tepi jalan.

Sebetulnya, sebelum aku terjatuh dengan motorku. Di langit yang merah
itu, aku melihat sesosok, atau sebuah benda, ah, atau apalah, aku
tidak tahu. Yang pasti aku melihat sesuatu melesat di langit, semacam
kilat. Tapi itu bukan kilat, sebab sesuatu yang terbang itu besar dan
bentuknya seperti seorang manusia yang menyala karena pijar cahaya
dari dirinya, dan karena terbang itu pakainnya terlihat
merumbai-rumbai. Aneh! Sungguh! Sesosok yang terbang itu, yang tadinya
terbang lurus dari arah Timur ke arah Barat, tiba-tiba saja ia
berbelok, terbang ke arahku. Aku bisa melihatnya agak jelas saat dia
semakin mendekat. Itu seperti seorang manusia, tapi tubuhnya lembut
seolah terbuat dari cahaya. Sebab saat sosok itu terbang meluncur
menabraku, dia tidak bisa menyentuhku, dia menembus tubuhku.

Sebetulnya, lantaran sesosok yang terbang itu, aku sampai menabrak
pohon yang tumbuh liar di tepi jalan dengan keras. Tapi alasan aku
jatuh karena melihat sosok yang terbang tidak ku beritahukan pada
siapa pun, sebab orang-orang tidak akan ada yang percaya, termasuk ibu
dan ayah. Karena kecelekaan itu juga kakiku lumpuh, dan sekarang tidak
bisa digunakan untuk berjalan. Kata dokter, tidak lumpuh kakiku hanya
untuk sementara waktu, hanya sebentar, sekitar dua bulan lagi akan
sembuh total. Kuharap ucapan dokter benar, aku sudah bosan duduk terus
di kamar yang semakin hari serasa semakin pengap saja.
***

Ibu dan Charli masuk kamarku. Ibu menawari aku makan, tapi aku
menolaknya. Walau lapar, karena tidak berselera, aku memilih untuk
tidak makan. Aku lebih suka minum yang manis-manis. Setelah bosan
membujukku, ibu meninggalkan aku. Mudah-mudahan ibu tidak marah
menyikapi kelakukanku ini.

Sebelum menutup ibu pintu, aku memanggil Charli, memintanya untuk
menemaniku. Ibu pun membiarkan kami berdua di kamar ini. Ibu agak
mengernyitkan dahi, sebab tidak biasanya aku akrab dengan Charli.
Sepertinya Charli senang menemai aku. Tanpa banyak kata setelah aku
memanggilnya, ia langsung memanjat ke ranjangku, dan duduk di
sampingku sambil tersenyum-seyum. Baru kali ini aku merasa sayang pada
Charli, biasanya aku tidak pernah memperhatikannya, selalu cuek,
bahkan sering membuatnya menangis karena keasyikan bermainnya selalu
aku ganggu.

Aku bertanya pada Charli, tentang apa yang dia tunjuk-tunjuk saat
sedang bermain di halam rumah. Aku terhenyak setelah mendengar
jawabannya, walau dia mengatakannya dengan terbata-bata dan kurang
jelas sebab cedalnya.
“Aku melihat olang telbang…” kata Cahrli sambil merentangan tangannya
meniru burung yang mengepakan sayap.
“Terbang! Apa yang terbang, Charli?...” aku berkata sambil membetulkan
posisi duduk, dan memegang kedua pundak adikku, menatapnya serius.
“Olang pake baju walna putih telbang” Charli mengucapkannya masih
sambil mengepak-ngepakan tangan.
Aku banyak bertanya pada Charli, dan berusaha keras memahami
kata-katanya yang terbata dan cedal itu. Aku semakin terhenyak. Sebab
apa yang diucapkan Charli tidak mungkin bohong, “dia masih bersih”.
Kata orang-orang anak seusia itu selalu mengatakn hal yang sebenarnya
dari apa yang dilihatnya. Dan, yang tadi Charli lihat di halaman rumah
adalah sesosok yang sama-sama aku temui tempo hari. Yang gara-gara ia
terbang kearahku aku sampai menabrak pohon.

Charli turun dari ranjangku, dan berlari kecil sambil
mengepak-ngepakan tangannya meniru burung terbang meninggalkan aku
tanpa berkata apa-apa. Aku juga membiarkannya pergi dan tanpa
mengatakan apapun. Mungkin karena tidak percaya dengan apa yang
diucapkan Charli aku jadi mengacuhkannya. “tidak mungkin?!” pikirku
dalam hati. “Siapa atau apa dia?” ucapku dengan nada tertahan.

Pikiran tentang sesosok makhluk yang terbang itu membuat aku
penasaran. Aku mencoba mengingat-ingat sosok itu. Tempo hari aku
melihatnya tidak jelas, sebab laju luncur terbangnya begitu cepat.
Sulit untuk dikenali. Tapi aku yakin, yang terbang kearahku itu mirip
manusia, namun aku tidak melihat wajahnya dengan jelas. Wanita atau
laki-laki, aku tidak tahu. Wajahnya terlalu terang oleh cahaya yang
memancar, hanya terlihat silau-silau, putih dan samar. Aku pun mencoba
memeras pikiran untuk mengingat gerakan dan posisi makhluk yang
terbang itu. “mengapa dia berbelok kearahku? Mengapa ia menabraku?”…
Oh, Tuhan! Aku tahu. Dia bukan mau menabraku, tapi sosok yang terbang
itu mau menangkapku. Setidaknya memang seperti itu aku melihatnya. Aku
yakin, sebelum dia menyentuhku, dan sebelum aku memejamkan mata karena
takut, aku melihatnya merentangkan tangan seolah akan menangkap aku.
“Lalu untuk apa ia menangkap aku? Mau membawa aku, kah? aku semakin
penasaran, dan aku takut. Keringat dingin mengucur dari tubuhku. Aku
gemetar. Dan akhirnya aku memanggil ibu. “Ibu!!!...”
***

Di sampingku Charli sedang duduk sambil memijat-mijat tanganku. Aku
mengusap-ngusap kepalanya. Semakin hari aku merasa semakin
menyayanginya saja. Di tepi ranjang aku juga melihat ayah yang sedang
duduk, tertunduk dan, air mukanya menunjukan bahwa dia sedang
bersedih. Aku tidak bertanya apa-apa pada ayah, tidak juga menanyakan
kenapa dia sudah pulang dari kantor.
“Charli, mana ibu?...” Charli diam saja waktu aku bertanya, dia hanya
terus memijat-mijat lenganku yang sebetulnya tidak apa-apa, menurutku.
“Ibu di ruang tamu, sedang berbicara dengan dokter…”Ayah tidak
meneruskan kata-katanya, ia juga tidak melihat wajahku saat berbicara.
Dan aku juga tidak bertanya apa-apa lagi padanya.

Aku merasa heran? Kenapa ayah dan adikku duduk bersamaku sore ini. dan
kenapa juga ada dokter dirumahku, siap yang sakit selain aku?
Mungkinkah itu dokter yang telah memeriksaku. Sungguh, hari ini terasa
membingungkan. Aku juga tidak tahu ini hari apa? Hal terakhir yang
bisa kuingat adalah aku memanggil ibu sebab merasa takut oleh bayangan
tentang sosok yang terbang, setelah itu aku tidak tahu apa-apa. Dan
hal itu terjadi rasanya baru hari kemarin. Ah, semua ini membuat aku
bingung. Dan aku juga enggan menanyakan pada orang-orang yang ada di
sekelilingku, tentang semua ini.
Ibu masuk kamarku. Lagi-lagi aneh? Ibu berjalan menuju ke arah aku
berbaring diranjang, dia menangis terisak-isak, airmatanya jatuh
satu-satu menetesi lantai yang berwarna putih. Lama-lama aku muak
dengan keadaan seperti ini. Seolah-olah ada sesuatu yang mereka
sembunyikan dariku. Aku memalingkan pandangan dari ibu yang sedang
mengusap-usap kepalaku, dan ia juga mencium keningku. Aku melihat
pemandangan di balik jendela, di sekitar tanaman bunga yang kemarin
Charli menunjuk-nunjuk langit di situ. Aku juga melihat langit. Langit
begitu biru, luas dan indah dengan awan gemawan yang menebar sekenanya
di pojok-pojok langit. Matahari yang dihimpit dua awan putih dan
bersih terlihat samara-samar. Aku terus menatap langit. Terus
memandangnya sampai-sampai antara pikiran dan penglihatanku mendapati
langit seakan-akan berubah menjadi kain berwarna biru dan tipis, yang
memungkinkan apa-apa yang ada di balik kain itu terlihat walau
samara-samar. Dan, aku memang merasakan di balik kain biru itu ada
sebuah singgasana yang sangat megah, lengkap dengan tetamanan yang
menghiasi, dan sungai-sungai yang menggurat-gurat kawasan singgasana
itu.

Air mata ibu menjatuhi keningku, membuat aku sedikit kaget, dan
memudarkan seluruh bayangan singgasana yang ada di balik langit dari
alam pikiranku. Aku memperhatikan seluruh keluarga, ayah, ibu dan
adikku. Aku mendapati air muka mereka menunjukan suatu kesedihan. Aku
memperhatikan mereka dalam-dalam dan baru kali ini aku merasa, aku
sangat menyayangi mereka, aku beruntung jadi bagian dari kehidupannya.
Airmata meleleh di pipiku, aku membiarkannya mengalir pelan, sebab
tenagaku sudah hilang, sekedar mengangkat tanganpun aku tak mampu.
Sekarang aku merasa sangat lemah, nyeri dan sesak. Nafasku
tersenggal-senggal, jantungku berdegup pelan seolah kehilangan
kekuatannya. Aku mau bertanya dan berkata-kata pada ayah dan ibuku,
tapi aku terlalu lemah, bibirku hanya bergetar-getar pelan, tanpa
mengeluarkan suara, semua kata seakan terkurung di dalam kerongkongan.
Tubuhku serasa semakin lemah, beberapa paku terasa menusuk-nusuk organ
tubuhku.

Charli yang duduk di sampingku tidak lagi memijat tanganku. Dia tengah
memperhatikan langit di balik jendela. Aku pun melihat apa yang sedang
dia lihat. Astaga! langit yang tadi biru, indah dengan paduan awan
putih dan matahari yang samara-samar ternyata telah berubah. Berubah
menjadi merah, merah di mana-mana. Langit seolah menyala-nyala
layaknya bara raksasa. Aku pernah melihat pemandangan seperti ini,
sebelum aku menabrak pohon yang tumbuh liar di tepi jalan saat
mengendarai motor pemberian ayah. Aku terhenyak menyaksikannya semua
ini, langit senja memang biasanya merah, tapi langit senja kali ini,
merah seperti arang yang masih berpijar, merah dan menyala. Aku
menebak-nebak akan mendapati sesosok yang terbang di kolong langit
yang seperti menyala, merah dan menyeramkan itu. Lama aku
memperhatikan langit yang semakin lama semakin merah, namun aku tidak
mendapati sosok yang terbang itu. Aku mengalihkan pandangan, tiba-tiba
aku rindu melihat wajah ayah, ibu dan adikku. Padahal hanya beberapa
detik aku tidak melihat wajahnya, tapi aku merindukannya.

Oh, Tuhan! Aku tidak bisa meliht wajah ayah, ibu dan Charli. Aku hanya
mendapati pemandangan putih, putih dimana-mana. Sesosok yang terbang
tengah berdiri di hadapanku. Cahaya yang memancar dari tubuhnya
menyembur kemana-mana, membuat kamarku sera terisi kabut-kabut putih,
dan hanya putih terlihat. Aku mencoba mengenali wajahnya. Cahaya yang
menyala-nyala membuat wajahnya tetap samar. Aku yakin, sosok yang
tengah melayang di hadapanku ini adalah Malaikat. Aku tahu itu, sebab
tiba-tiba saja aku mengenalnya, seolah-olah ada yang berbisik di
telingaku, mengenalkannya padaku, itu Malaikat.

Malaikat yang tengah melayang di hadapanku mendekatiku, dia tersenyum.
Aku bisa melihat wajahnya tersenyum walau samara-samar, dan aku merasa
sejuk melihat wajahnya yang terlihat indah. Memang aku tidak tahu
apakan dia tampan atau cantik, yang aku rasa dan saksikan wajah
Malaikat ini indah, bercahaya, berseri dan menyejukan. Dia semakin
mendekat. Setelah jarak antara aku dan dia sangat dekat. Malaikat itu
pun mengulurkan tangannya, membuka jemarinya yang terkepal. Aneh, aku
merasa uluran tanganMalaikat itu bukan untuk mengajak aku pergi,
apalagi memaksa aku untuk pergi mengikutinya. Aku merasa dia sedang
menyambutku. Menyambut seseorang yang lama meninggalkan tempat
asalnya. Oh, malaikat ini menyambutku dengan sangat sopan, sehingga
aku merasa bahwa aku harus menyambut hangat uluran tangan sang
Malaikat. Walau merasa takut, aku berusaha tersenyum dan tenang.
Sekarag aku berdampingan dengan Malaikat. Dan, Malaikat tubuhnya
lembut serasa kapas dan bersinar-sinar ini, membawaku terbang, terbang
ke suatu tempat yang sepertinya aku tahu apa dan di mana tempat itu.
Aku menundukan kepala untuk melihat ayah, ibu dan adikku. Mereka semua
sedang menangis sesenggukan. Ibu memeluk tubuhku yang terbaring dengan
mata yang terpejam, dan terkadang mengguncang-guncang tubuhku. Dan,
ayah memeluk adikku, mendekapnya erat, mereka berdua juga menangis.
Menyaksikan itu aku tidak merasa heran. Justru aku tenang. Aku terbang
bersama malaikat.
Aku tidak merasa sudah mati. Aku hanya merasa telah terbang bersama Malaikat.
Continue Reading...

Selasa, 01 September 2009

Terorisme Anak Muda

Oleh Reza Sukma Abdullah

Pena IMM-Kalau disebut-sebut jaringan teroris semacam Noordin M Top lebih senang merekrut anak muda, saya (agak) setuju. Kenapa? Karena sebagai anak muda, saya pernah mengalami setidaknya dua tindak terorisme atas nama agama. Hal tersebut saya alami ketika pertama kali mengenal Kota Bandung.

Saya, yang datang dari kota biasa –untuk tidak bilang dari lembur—menyesuaikan diri di kota baru ini dengan bergaul dengan teman sebaya. Karena, saya tak punya keluarga yang dekat atau teman lama. Mungkin hal tersebut yang membuat seorang senior mendekati saya seolah-olah mau mengenalkan dunia baru bagi saya. Itulah kiranya tindakan meresahkan atas nama ideologi yang saya alami pertama kali.

Lelaki itu cukup perhatian. Ia memberi petunjuk, seperti apa dunia kuliah, seperti apa hidup di Bandung, seperti apa bergaul dengan orang-orang di Bandung, dan banyak lagi. Akhirnya, ia pun nge-kos di dekat kos saya. Lama-lama ia banyak diskusi dengan saya, termasuk diskusi mengenai Islam.

Hal sama juga dilakukan seorang teman yang saya kenal pertama saat ujian masuk kampus ini. Setelah lulus, ia menawari saya mengikuti pengajian di daerah Cicaheum. Anehnya, ia wanti-wanti agar saya tidak mencurigai ajakannya. Katanya, pengajian itu cuma pengajian Al-Quran biasa. Tak perlu pakaian khas orang mengaji, tak perlu berpenampilan gaya ikhwan. Loh, karena ia bilang begitu malah saya jadi curiga!

Berbulan-bulan kedua teman itu banyak mengajak diskusi. Apalagi senior saya yang lebih intensif berkunjung ke kos, banyak bicara ini-itu. Hingga suatu saat, ia banyak berdiskusi masalah Islam. Karena latar belakang keilmuan saya mayoritas adalah sekolah umum, yang porsi keagamaan sangat minim dan pendidikan agama sepenuhnya jadi tanggung jawab ortu, saya tak banyak tahu soal-soal yang menjadi bahan diskusinya.

Singkatnya, kedua doktrin yang mereka tawarkan pada saya adalah konsep suatu masyarakat yang mereka sebut masyarakat Islam—iseng-iseng saya menerjemahkan ke dalam Bahasa Arab Jamaah Islamiyah—yaitu masyarakat yang berpegang pada hukum-hukum Allah. Denga menyitir surat Al-Maidah ayat [44], mereka menyebut bahwa saat ini, kita sedang dalam kuasa yang kafir yang tidak menjalankan hukum-hukum Allah. Maka, saat itu saya masih kafir, lantas kedua ortu saya masih kafir, teman sekitar yang tidak masuk golongan ini juga kafir yang halal darah dan harta bendanya.

Walau sebagai remaja yang awam dalam hal tersebut, saya dapat meyakini tawaran mereka bukanlah kebenaran bagi saya. Saya menggugat konsep mereka dengan argumen-argumen semampu otak saya berpikir. Hingga satu kawan mundur teratur.

Namun, karena keingintahuan saya akan kemana akhir dari tawaran ini, saya sengaja mengikuti rangkaian cerita dakwah ini. Senior saya mengajak saya untuk memasuki dunia baru itu dengan proses baiat. Sebuah perjanjian mengikat yang jadi syarat wajib mengenal masyarakt Islam tersebut. Di malam hari, saya ikuti kemana kita akan melaksanakan ruwatan baiat itu.

Situasi makin kacau saat saya harus intensif mengikuti pengajian yang dilaksanakan di Bandung wilayah utara. Pengajian itu wajib hukumnya diikuti walau mengabaikan perkuliahan, waktu yang mepet ke shalat maghrib, dan meski kita lagi bokek. Parahnya, lambat laun kantong makin mengering akibat desakan untuk berinfak. Konon, makin lama infak akan semakin diwajibkan dan besarannya ditentukan. Saya makin muak dengan apa yang mereka yakini itu benar. Setelah tahu sedikit apa yang ada di dalamnya, saya rasa harus mulai lari dan menjauh dari komunitas ini, yang belakangan saya tahu komplotan ini ingin mendirikan negara Islam di Indonesia. Lari, namun sulit menghindar dari teror-teror yang mengusik saya di hari-hari pertama. Fisik, psikis, lewat handphone, email, bahkan mengejar langsung hingga ke kos!

Tindakan meresahkan atas nama ideologi yang kedua datang saat saya sudah cukup mikir. Saat saya masih kuliah di semester lima. Kondisi psikologis yang cukup rumit dijelaskan menyebabkan saya mengenal seorang teman yang nampak seperti juru selamat. Kata-katanya seperti motivasi yang berupa obat hingga saya dapat berdiri, bangkit dari keterpurukan.

Di tengah gundah, konflik batin selama ini atas beragam pencarian, seorang teman banyak bicara mengenai hakikat Tuhan dan kebahagian hidup. Semula saya pikir ia pandai berfilsafat hingga saya tertarik untuk belajar padanya. Suatu saat, ia menawari saya mengikuti suatu pengajian yang saya lupa namanya, di Bandung wilayah kota. Katanya, di pengajian itu kita akan mendapat pencerahan spiritual dan mengetahui hakikat kebahagiaan.

Saya yang merasa sangat bodoh saat itu begitu takluk di depannya. Rasanya, saya tak ingat bahwa apa yang ia katakan bukan selalu berarti benar. Jujur, saat itu saya begitu tunduk dalam kata-katanya. Saat saya menulis ini, saya bisa menggugat. Tapi, saat itu saya begitu terbuai dengan ucapan-ucapannya yang banyak menyitir ayat Al-Quran. Bahkan ia menafikan hadits Rasul.

Suatu saat, saya diminta untuk meneguhkan diri menjadi pengikut perguruannya. Perguruannya ada di wilayah Jatinangor. Doktrin yang paling melekat pada diri saya saat itu, bahwa penyebab semua masalah yang saya hadapi adalah karena keraguan saya pada Allah. Keraguan itu berupa penghambaan saya pada makhluk, seperti orangtua, teman baik, bahkan mungkin kekasih. Dan, untuk menebus kesalahan itu, maka saya perlu banyak uang infak sesuai dengan dosa besar yang saya lakukan itu.

Saat itu pula, saya berusaha mendapatkan uang agar bisa mencerahkan diri dan membebaskan jiwa dari mahadosa yang saya perbuat. Akhirnya, terjadi proses pembaiatan dan ada perjanjian hitam di atas putih. Saya akan melaksanakan seluruh persyaratan sesuai tertulis di atas surat yang bermaterai itu. Gilanya, saya rasa saya melakukan itu semua di luar kendali, di luar kesadaran saya! Hingga, saya kembali dan merasa betul bahwa hal tersebut adalah kebohongan besar.

Demikian, dua kisah kebodohan seorang anak muda yang diperalat oleh teror-teror atas nama agama. Saya malah merasa, kedua “aliran” tersebut lebih layak disebut penistaan terhadap Islam dan penyimpangan pada ajaran-ajarannya. Namun, saya tak mau terjebak pada bahaya laten khawarij, mudah mengkafirkan dan menyalahkan keyakinan sesama manusia. Hanya saja, saya merasa kedua paham itu meresahkan dan merugikan setidaknya bagi saya pribadi. Bagi Anda, silakan menjadi refleksi bersama.

Continue Reading...

S2 Pendidikan Akhirat; Ada Beasiswa

Oleh Cecep Hasanuddin el-Sumatrani


Saya adalah orang yang suka dengan tantangan dan petualangan. Pernah suatu kali saya terpegok oleh salah satu teman saya, namanya Armagedon. Terkejut yang saya rasakan. Ada juga perasaan malu muncul. Tapi itu semua saya tepis jauh-jauh. Dan sampai sekarang pun, saya masih tetap konsisten dengan hobi saya. Berpetualang.

Entah mengapa, perjalanan hidup saya terasa santai dan ibarat air mengalir. Mulai sejak dari SD sampai sekarang. Hidup saya seperti itu saja. Sulit digambarkan. Saking sulitnya, tak kuasa menceritakannya. Kok bisa begitu,ya? Wah..saya pun akhirnya mengaku, bahwa saya memang sedang menulis apa yang terlintas dalam benak saya malam ini. Tentunya sambil dibarengi lagu dari grup band asal Bandung;Changcuter;I love you bibeh.

Jika diceritakan kisah perjalanan hidup saya, mungkin tak cukup waktu untuk diceritakan. Butuh waktu yang konsen dan full 24 jam. Masyaallah memang. Bahkan astagfirullah. Bisa juga innalillah. Begitulah. Bisa jadi bagi yang mendengarnya akan merasa bosan dan muak. Tapi, bagi saya itu merupakan nilai plus yang semestinya diapresiasi oleh siapa saja yang menghormati sebuah karya.

Taka ada lagi kata untuk berubah selain kita mengucapkan teruslah berkarya. Karena hidup tanpa karya bagaikan seekor burung tanpa sayap. Tak bisa terbang. Kering. Atau kata yang pas buat kita yang tidak sama sekali berkarya adalah tak ada semangat dalam hidupnya.

Hidup memang sebuah tantangan yang harus dihadapi oleh kita yang masih menghirup udara kebebasan. Bagi yang sudah di alam kubur, baginya tak ada tantangan sebagaimana di dunia. Tantangan di alam kubur paling banter menjawab pertanyaan Malaikat. Bagi yang kurang tepat dalam menjawab, ia gagal menuju pintu kebahagiaan. Dan beruntunglah bagi mereka yang cekatan menjawab. Ia akan merasa gembira, dan Tuhan pun ikut mengapresiasi atas jerih payahnya selama ini. Akhirnya, Tuhan juga memberikan kesempatan beasiswa untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Tentunya setelah menyelesaikan pendidikan di dunia pana selama bertahun-tahun. Ada yang 70 tahun, 65 tahun, 50 tahun, 40 tahun, 30, 20, 19, dan bahkan ada yang 5 menit saja.

Jika lulus dan lolos pada sarjana dunia pana, maka berhak bagi Tuhan memberikan beasiswa untuk magister, atau dalam dunia akademiknya sering disebut S2. Ingat! Ini fasilitas Tuhan yang sangat gratis. Insyaallah tanpa tes TOEFL atau pun TOAFEL. Syaratnya tidak sesusah syarat-syarat mendaftar menjadi PNS. Ribet. Berbelit. Harus ini harus itu. Kalau beasiswa untuk pendidikan akherat, cukup menjawab beberapa pertanyaan dari Tuhan yang diamanatkan kepada malaikat Rakib-Atid. Beberapa pertanyaan itu akan diajukan kepada kita, nanti, di alam kubur.

Pertanyaannya sangat mudah. Tidak jauh dari kita dan Tuhan. Saya pun sangat yakin, beberapa pertanyaan dan jawabannya sudah bocor. Pertanyaan serta jawaban sudah ada dalam benak kita saat ini. Bahkan, saya berhusnudzon, seandainya saya ajukan satu pertanyaan saja kepada Anda sekarang ini, pasti, Anda dengan sangat lancar menjawabnya. Bisa jadi, jawaban Anda sangat berbobot dan kaya teori.

Juga perlu diketahui bersama, bahwa nanti, di alam kubur itu, tidak ada sama sekali pertanyaan eksak. Atau yang berhubungan dengan algoritma, akar pangkat, metalurgi, geologi, dan istilah-istilah yang membuat otak kita berkeringat. Tidak sama sekali. Jadi jangan merasa bingung tepat atau tidak jawaban kita nanti. Agar tepat sasaran jawaban kita, kita pun sesungguhnya sangat paham apa yang mesti kita persiapkan sejak saat ini sampai hari yang tidak ditentukan.

Dengan demikian, dengan waktu yang tidak ditentukan tersebut, maka ada banyak kesempatan untuk kita mempersiapkan segalanya. Bisa kursus di lembaga pendidikan ternama, mungkin, atau berusaha belajar secara otodidak. Karena tidak sedikit, para pendahulu kita, semisal ustad Aristoteles yang sampai saat ini, nama dan sumbangan ilmunya sangat dikenang. Dia bisa seperti itu karena belajar otodidak. Mendatangi kebeberapa guru yang ahli dibidangnya.

Bisa jadi, di dunia ini tak ada yang tidak mungkin. Kecuali memakan kepala sendiri. Orang yang belajar otodidak dengan sungguh-sungguh mendalami disiplin ilmu tertentu, mereka bahkan bisa mengalahkan orang yang belajar pada pendidikan formal. Baik itu dari segi intelektual, maupun segi yang lain. Bagaimanakah dengan kita? Akan lebih bijak jika jawaban itu disimpan sementara dalam memori kita. Karena bila dijawab sekarang, bisa jadi akan mengganggu apa yang sedang Anda baca sekarang.

Untuk S2 pendidikan akhirat, memang semua orang pasti sangat mengharapkannya. Apalagi, itu kan beasiswa.. Tuhan yang akan langsung mengurus seluruh administrasinya. Tuhan akan dengan tulus melayani semuanya. Belum lagi ditambah dengan plus-plusnya. Pokoknya sangat memuaskan. Kita akan diberikan, tentunya dengan gratis pula. Bebas mau berapa saja. Kita tinggal atur hati kita, mau satu, lima, atau terserah kita. Ya, kita akan dipersiapkan Bidadari-bidadari cantik. Cantiknya tak ada yang menandingi sebagaimana di dunia.

Selanjutnya, selamat mempersiapkan S2 untuk pendidikan akhirat.. Kesempatan itu terbuka untuk siapa saja. Dari golongan mana saja. Yang mengaku Muhammadiyah kah? NU kah? Persis kah? HTI kah? Jama’ah Tablig kah? NII kah? LDDI kah? Atau pun Ahmadiyah kah? Yang jelas, yang masih mengaku islam, yang masih salat dalam lima waktu sehari-semalam. Mereka pantas untuk mendapatkan beasiswa. Manusia tidak berhak menentukan siapa yang mendapatkan itu. Hanya Tuhan lah semua yang memutuskan. Sekali lagi, kita hanya berusaha ke arah itu.


Continue Reading...
 

e-Buletin Pena IMM Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template