Rabu, 17 Juni 2009

KORUPSI IBARAT IKAN MEMBUSUK

Oleh ASRI MEIDA FITRI

“Potonglah dari ujung kepala hingga ekor”, ungkap Cicero dalam novel Imperium. Ungkapan itu adalah respon dari kekecewaan Cicero karena KKN di Roma ketika itu telah menjalar. Dia menggambarkan Korupsi di negaranya ibarat ikan membusuk dari ujung kepala hingga ekor, sehingga salah satu cara menumpasnya adalah dengan memotong kepala, dari para birokrat sampai ke bawah.

Korupsi bukan lagi hal langka di negeri tercinta ini. Bahkan, korupsi tidak hanya dilakukan oleh para elite, namun telah mendarah daging dalam diri masyarakat menengah ke bawah. Kalau dulu korupsi dilakukan di bawah meja, maka tengoklah realita sekarang, korupsi dilakukan di atas meja. Sekilas kekecewaan dan gambaran budaya korupsi yang diungkap Cicero tidak jauh berbeda dengan Indonesia hari ini, walaupun dalam konteks yang mungkin berbeda. Namun essensi nya sama, Korupsi telah mengakar dalam diri masyarakat. Sebenarnya apa yang menyebabkan hal itu?Apakah Krisi moral ataukah itu hanya salah satu dari sekian banyak kesalahan kolektif yang akhirnya menjadi suatu kebenaran?

Bila memakai pendekatan Historis Materialis dari Marx, maka keadaan bangsa Indonesia sekarang ini dapat ditelusuri dari histori bangsa Indonesia sejak masa Orba yang dipimpin Soeharto. Dimana masa Soeharto merupakan tonggak awal merajalelanya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Dalam pandangan Marx tentang dua kelas social yang antagonistis. Kelas atas terdiri dari pemodal dan birokrat, di lain pihak adalah kelas bawah terdiri dari kaum proletar (masyarakat bawah) atau buruh yang termarginalisasi. Keadaan tersebut dapat dijelaskan dengan konsep Mode of Production yang meliputi Forces of Production, yaitu kekuatan-kekuatan produksi yang terdiri dari tanah, teknologi,modal yang dikuasai oleh para kapitalis. Dan dampak dari keadaan demikian akan mempengaruhi adanya social relations of production yang akhirnya mengalienasikan para kaum proletar.

Berangkat dari teori Marx maka dapat dikatakan penyebab Korupsi di Indonesia salah satunya adalah pembagian struktur masyarakat yaitu superstruktur dan infrastruktur. Infrastruktur (dasar ekonomi) merupakan penentu dari suprastruktur (nilai, norma, ideology dan politik). Infrastruktur yang merupakan hal terpenting dipegang oleh hegemoni birokrat dan aparat pemerintah ketika itu, sehingga terjadi anomaly atau penyimpangan dan suprastruktur dibuat untuk memihak mereka. Kekuatan hegemoni birokrat-aparat mendominasi (Marx) atau dominasi amoral (Durkheim) dan dominasi administrasi (Weber) sehingga menjadi mayoritas tunggal.

Berdasarkan teori di atas dapat diajukan hipotesis bahwa sebenarnya korupsi yang telah merajalela di negeri kita adalah warisan dari zaman Orba. Hegemoni kekuasaan yang terjadi di zaman Orba memudahkan untuk melahirkan anomaly atau penyimpangan berupa Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Sebagaimana kita tahu, tindakan dipengaruhi masa lalu dan masa depan. Ada proses atau pembawaan orang lain dalam menghadapi realitas social sekarang. Bisa jadi, Budaya korup di zaman Orba terbawa oleh para elite zaman sekarang. Seperti dikatakan Blumer, Asumsi interaksionisme simbolik,bahwa manusia terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna, dan makna tersebut berasal dari interaksi social dengan orang lain (pejabat yang korup), karena itu memunculkan perilaku sama pada yang lain. Ketika kesalahan ini menjadi kesalahan kolektif yang akhirnya hanya menambah peluang bagi yang lain untuk ikut hanyut dalam indahnya KKN. Ada tiga factor yang memudahkan orang terjangkit virus untuk korupsi ini, diantaranya; opportunity, yakni peluang untuk melakukannya, sebagaimana Bang Napi bilang, Kejahatan bukan hanya karena ada niat tapi bisa karena kesempatan untuk melakukannya.yang kedua adalah Stimulus(rangsangan)untuk melakukan suatu penyimpangan, dan rasionalisasi yakni sikap permisif masyarakat yang akhirnya mewajarkan tindakan korupsi ini.

Mengutip dari Cicero, Korupsi adalah kejahatan politis yang merongrong republic dari asas-asasnya yang fundamental, maka pejabat yang korup dipandang sebagai jmusuh Negara dan rakyat.Dari para elite birokrat di atas yang memiliki peluang merampas harta rakyat sampai bawah. Sehingga dari atas pula lah mereka pun dapat membeli kejujuran termasuk penegak hukum.

Bila Cicero memberanytas Korupsi di Roma dengan keberaniannya, keberanian moral dan ketajaman berpikir serta perjuangan panjang, walau tak menafikan ambisinya. Namun keinginan untuk memberantas ketidakadilan memenangkannya dan menjadikan Cicero melesat ke atas. Walaupun tidak mungkin ada Cicero di Indonesia namun semangat dan perjuangan Cicero patut di teladani, terlepas dari segala intriknya. Dibutuhkan keberanian dari kita untuk mengatakan Tidak pada Korupsi. Potonglah kepalanya…..dan berantas mulai dari yang tertinggi,,, Walaupun KPK telah memperlihatkan taringnya, namun tidak menutup kemungkinan pemberantasan itu hanya bagi golongan elite tertentu,apalagi sayang sekali kasus yang menimpa mantan Ketua KPK, Antasari yang belum jelas nasibnya karena kini beritanya telah tergantikan dengan berita-berita lain yang tidak kalah hebohnya ,,,

Nasib kita ada di tangan kita.. Masih adakah keberanian mengatakan Tidak pada ketidakadilan? Jangan jauh-jauh,,,Mulailah dari hal terkecil,,,,,,
Wallahu a’lam

2 komentar:

Pena IMM on 17 Juni 2009 pukul 09.47 mengatakan...

Aduh... aduh.. hebat euy seratanamah... politikna...
menurut Pena IMM, tulisan artikel kamu bagus. Awas! kalau gak ngirim lagi...
gender itu, ya perempuan harus ikut meramaikan media publik ... IMM kan punya... isi terus, ya..
perempuan jangan hanya jadi konsumen media, jadilah penyajinya... IMM punya wadahnya, isi terus sampai "perut Pena IMM" kembung. good! Pena jadi merasa bangga, punya kader perempuan seperti kamu...

Anonim mengatakan...

korupsi hanya dibahas di teks-teks,
sulit kalau gak ada pendidikan pencegahan sejak dini... semoga anak IMM mah lebih taat...

Posting Komentar

 

e-Buletin Pena IMM Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template