Jumat, 24 Juli 2009

Sebelum Kujatuh

Oleh Frida Firdiani

Setiap hari kucari jawaban

Setiap langkah kutepis cobaan

Kubertahan dengan perkiraan

Karna kuyakin ini bukan masalah perasaan

Berawal dari sebuah kekaguman

Beranjak dengan ragam kebetulan

Tapi mengapa tafsir-tafsir itu semakin muncul dalam pikiran

Menghambatku dalam mengambil keputusan

Hari itu adalah hari yang indah untuk dilewati. Dengan aroma persahabatan yang merebak di sekujur tubuhku, kulewati perpustakaan hanya sekedar lewat, tanpa tersirat untuk meliriknya sekalipun. Mendadak ada suatu hal yang membuat langkahku terhenti. Seseorang yang kusegani muncul dikehangatan mentari. Setelah hal itu terjadi, berubah jumlah orang yang kusegani. Awalnya aku menyapa Syeikh Mesir. Beliau menuntunku dalam mengkaji pengetahuan baru. Dengan keterbatasan bahasa Arab yang kupunya, aku harus berjuang keras untuk memahami bahasanya. Mataku berubah lirikan tanpa komando. Ada seseorang bersama Syeikh yang memunculkan kalimat dalam pikiranku: “Dia bukan sembarang Mahasiswa,” just it. Akupun baru melihatnya dan tidak mengenalinya. Tapi pikiran tadi muncul begitu saja, tak tau di mana awalnya, kepedulian itu tertanam dalam pikiranku yang awam, seolah firasat baru dan tentu saja aku tak mau memikirkannya. Otakku terlalu berat untuk memikirkan yang mungkin saja membuat hidupku tersengat. Tersengat? Tentulah lelaki hebat itu tak salah. Karna yang berbahaya adalah kesetiaan yang muncul dalam relungku. Bila kesetiaan itu datang, pasti butuh waktu lama untuk mengusirnya, walau tiada ada jaminan bagiku untuk mendapatkannya.

Kegigihanku untuk mendapatkan kesimpulan: “Bahwa Aku Tak Mencintainya!” semakin terbaca. Tapi kekagumanku dengannya semakin tercerna. Tak banyak yang kutahu akan dirinya. Tapi semakin meledak keyakinanku akan kehadirannya. Entah berapa sobat yang kuterjunkan dalam hal ini. Meraka jawab: “Kekaguman itu hanya topeng untuk menutupi cintaku padanya. ”Dan semakin banyak peserta kuis yang kulibatkan untuk menjawab tanyaku, hatiku semakin gelisah. ”Mana mungkin aku mencintai seseorang yang tidak aku kenal!” bagiku “Love At The First Sight” itu hanya asap tebal yang mengombang-ambingkan penilaian seseorang. Its ok, coz hal itu tidak berlangsung lama. Api gelisah itu perlahan padam dan mampu menghangatkan suasana. Perlahan kehangatan itu semakin kurasa. Sebuah motivasi seolah membanjiri peredaran darahku. Tanpa target untuk mengenalinya, aku berusaha untuk menjelma menjadi sebaik-baik wanita. Entah dari mana persepsi itu muncul, aku seolah tau banyak tentangnya yang dimataku “BAIK.”

Tapi keadaannya menjadi lain ketika aku sering melihatnya. Penghuni kampus ini tentu saja bukan hanya aku. Itu artinya aku bisa mendapatinya di bagian kampus mana saja, dan berharap aku tak menemukannya di bagian tubuhku yang tak bisa dibohongi ini, yaitu hati. Pikiranku mulai bercabang. Mungkinkah kebetulan yang bertengger itu adalah rambu untuk mengenalinya. Aku pun tak ingin kehilangan kesempatan. Terkadang aku berubah seperti laron yang mendekati cahaya, seperti kutub magnet selatan yang mendekati utara. Aku berusaha untuk mendekati orang-orang yang mengenalinya. Kupikir, dengan tau banyak tentangnya penasaran itu akan selesai, dan hidupku akan seperti dulu, TANPA MEMIKIRKANNYA!!! Nyatanya aku malah mencintai caraku untuk tau jauh tentangnya. Entah berapa hati yang telah terusir, entah berapa jiwa yang kian tersiksa, tapi maaf saat ini aku tak ingin menjalin dengan yang lain, yang kuingin hanyalah informasi tentang DIA, karna firasatku seolah DOA.

Sekarang adalah puncak kegalauanku. Semakin hari semakin kuyakin cinta itu tiada. Tapi rasa penasaran itu semakin menjelma. Ada apa ini? Kesalahan kian terukir, logika semakin tersingkir. Seharusnya aku menjadi pemikir, agar kehidupanku tak sampai terjungkir. Bila aku dihadapkan dengannya, bibirku seolah terkunci untuk menyapanya. Karna yang kutakuti adalah mengharapkannya. Aku masih ada PR untuk menyapanya, karna atas dasar kebetulan pula, aku telah bercengkrama dengannya dalam suasana nyata, bukan angan semata, dengan kata lain “saling mengenal.” Kudengar dia tengah menjalin dengan yang lain, hatiku sedikit goyah dengan alasan akses untuk semakin mengenalnya akan terlelang. Tapi sebuah lega muncul dengan mempesona, dengan dia bertunangan, artinya ada suatu pembendung jika aku mencintainya di suatu saat. Hatiku tercabik ketika mendengarnya: ”Insyaallah saya lulus tahun depan.” Sebuah semangat yang rupawan, tapi perlahan berubah menjadi ancaman. Aku takut merindukannya kelak. Kutakut rindu itu berubah menjadi sesuatu yang membuatku cemburu.

Cinta itu adalah perasaan yang agung, yang datangnya bukan karna terpaan keadaan atau paksaan karna kekaguman. Sejauh ini aku masih yakin bahwa semua ini hanya kebetulan. Aku hanya kagum padanya. Tapi keadaanku sedang tak mencinta yang lain, sehingga kekaguman ini kadang tak terorganisir pada tempatnya, dan terkesan kumencintainya. Sedikit pun aku tak pernah menyalahkan kehadirannya. Yang kusesali hanya penyikapan diri akan semua yang terjadi. Maafkan aku Tuhan, yang kadang goyah dengan terpaan kehidupan.

1 komentar:

Pena IMM on 24 Juli 2009 pukul 07.28 mengatakan...

emmmm... cinta? always love!
cinta sejati itu seperti apa?

Posting Komentar

 

e-Buletin Pena IMM Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template